Kembali Melihat Candi Borobudur Setelah 30 Tahun


Terakhir saya melihat Candi Borobudur waktu duduk di bangku SD, jadi sudah kira-kira 30 tahun saya tidak pernah ke sana lagi. Akhirnya kesempatan datang ketika saya dan keluarga ada undangan mantenan anaknya Om yang tinggal di Pabelan Muntilan Jawa Tengah.

Latar belakang saya ingin melihat kembali Candi Borobudur bukan karena untuk kepentingan saya, namun untuk pengetahuan anak-anak saya, sehingga tidak hanya membaca di buku pelajaran tapi melihatnya secara langsung.

Ketika kami datang tempat parkir dalam komplek Candi Borobudur sudah penuh, wajar karena masih dalam kondisi liburan Lebaran. Alhamdulilah kami dapat parkir di dekat intu Gerbang Manohara, sehingga tidak perlu jalan terlalu jauh.

Penuh Sesak Pengunjung Candi Borobudur

Setelah beli tiket seharga 30 ribu per orang, kami menuju ke Candi Borobudur yang didirikan pada sekitar tahun 800 Masehi pada masa pemerintahaan Wangsa Syailendra ini terlihat penuh sesak dengan banyak masyarakat dari penjuru tanah air.

Kami tidak naik ke puncak, karena capek bawa si kecil Rizky yang minta gendong. Kami naik di pelataran pertama, terus keliling melihat relief . Berikut catatan tentang relief yang saya kutip dari Wikipedia.

Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus. Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus.

Ade Rizky dengan Latar Relief Candi Borobudur

Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu.

Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga.

Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.

Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa kuno.

Sebelum menuju Pintu Keluar

Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.

Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.

Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

Pedagang Souvenir di Sepanjang Jalan Menuju Parkir

Hari menjelang sore, kami putuskan untuk pulang setelah puas melihat-lihat Candi Borobudur. Sepanjang jalan menuju pintu keluar, banyak pedagang kaki lima menjajakan berbagai macam souvenir sebagai kenagg-kenangan. Harganya standar tidak mahal, kalau kita pandai menawar akan dapat harga yang lebih murah. 

Comments