Kasih Sayang Ibu Tak Terkira


Meskipun Bapak dan Ibu sudah tidak bersama kami lagi, saya insyaallah bagaimana keadaannya akan mudik ke kampung halaman di Kendal, untuk nyekar ke "Sarean" atau makam beliau dan silaturahmi ke Kakak, Adik dan Saudara-saudara. Begitupun lebaran tahun ini, meskipun jembatan Comal ambles dan kemacetan parah menghadang, saya tetap pulang mudik.

Malam itu sebelum saya balik ke Bandung, De Wawan (begitu biasa saya panggil) adalah teman saya waktu kecil SD sampai SMA, datang ke rumah bersama anak pertamanya yang duduk di bangku SMP kelas 3, seumuran dengan anak saya Alif. Selain silaturahmi lebaran, De Wawan ingin mempertemukan anaknya tersebut dengan saya.

De Wawan ingin memberi motivasi kepada anaknya, bahwa suatu prestasi atau cita-cita dicapai dengan berusaha tidak datang begitu saja. Dia ingin memberi contoh, bahwa apa yang saya capai saat ini, karena dulunya berjuang dengan belajar sungguh-sungguh.

De Wawan menceritakan, bahwa kesungguhan saya belajar yang tidak kenal waktu tersebut, ternyata membuat Ibu saya cemas atas kesehatan saya waktu itu. Diam-diam Ibu saya main ke rumah Ibu-nya De Wawan dan meminta dengan sangat agar De Wawan main ke rumah saya dan mengajak saya main.

Di depan rumah di Cepiring - Kendal pada awal tahun 80-an. (Saya duduk paling depan & Ibu berdiri dua dari kanan)

Informasi ini benar-benar baru saya ketahui malam itu, saya teringat ke Almarhumah Ibu, begitu beliau sangat sayang kepada saya, mendidik saya dengan penuh tulus ikhlas. Ibu, anakmu saat ini hanya bisa mendo'akan dan tetap menjalin tali silaturahmi dengan sanak saudara, sebagaimana Ibu dulu sangat baik kepada sanak keluarga maupun orang lain.

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo. "Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Comments