Pagi itu sesuai jadwal, saya beserta rombongan menuju daerah yang namanya Jabal Magnet.
Wilayah di utara Madinah ini yang merupakan tempat wisata warga sekitar, letaknya di balik Gunung Uhud, sekitar 25 kilometer utara pusat kota Madinah. Jalan raya di sana menuju kuldesak, jalan buntu. Banyak warga camping di sini. Jangan dibayangkan sama seperti di Indonesia, di mana tempat perkemahan biasanya merupakan lahan hijau nan penuh rumput dan pepohonan. Di utara Madinah ini, lahan tempat campingnya adalah sebuah tanah lapang tandus, padang pasir, dengan pohon dan semak sesekali dikelilingi oleh bukit batu. Daerah ini berada di luar batas tanah haram.
Warga Madinah yang ingin melakukan perkemahan atau sekadar jalan-jalan biasanya membawa tenda sendiri dan berkendaraan pribadi. Mereka juga membawa makanan sendiri. Persis tradisi rakyat Indonesia di era tahun 1970-an yang sering melakukan piknic di pinggir jalan dengan beralaskan tikar dan makan-makan seadanya, duduk bersama di bawah pohon.
Wilayah ini termasuk wilayah tersubur di Madinah, selain di Quba. Jalannya berkelak-kelok, berbeda dengan jalan-jalan raya kebanyakan di sini yang lurus-lurus. Yang tumbuh ditanahnya juga kurma terbaik di Jazirah Arab, kurma Nabi atau Kurma Ajwa. Dinamakan demikian karena diyakini pohon kurma tersebut dahulu langsung ditanam Rasulullah SAW. DI masa dahulu, wilayah ini merupakan tempat uzlah atau menyepi bagi mereka yang tengah berselisih pendapat agar bisa mendapat ketenangan.
Namun, yang membuat wilayah ini terkenal ke seantero jagad bukanlah karena wilayah yang disebut sebagai perkampungan putih (Mantheqa Baidha) ini dijadikan tempat wisata, melainkan keajaiban alamnya yang hanya ada di segelintir tempat di dunia. Banyak orang percaya bahwa di daerah ini terdapat sebuah medan magnetik yang sangat kuat dan besar.
Fenomena alam yang luar biasa ini bisa dirasakan sepanjang lima kilometer ruas jalan dari ujung aspal sampai pintu masuk ke daerah ini. Jalan ini sendiri berakhir di lima deret bukit yang mengelilingi wilayah tersebut. Jalannya turun naik. Namun kendaraan yang menuju perbukitan jalannya hanya bisa pelan, seolah ada yang menahan. Sebaliknya, dari arah perbukitan, walau jalannya tidak menurun tetapi turun naik, semua kendaraan akan berjalan dengan cepat bahkan bisa sampai 120km/jam walau persneling dibebaskan.
Bahkan bis yang kami tumpangi, persenelling-nya dibuat pada posisi nol (netral), dan pak sopir tidak menginjak pedal Gas. Tetapi Bis meluncur dengan sendirinya. Subhanallah...
Tidak banyak tempat di seluruh dunia yang memiliki medan magnetic seperti di Madinah ini. Tempat serupa ada di Korea Selatan, Yunani, Australia, timur Amerika, dan juga di sekitar Gunung Kelud, Jawa Timur. Hanya saja, kekuatan magnet di daerah-daerah tersebut tidaklah sekuat yang ada di Madinah.
Wilayah di utara Madinah ini yang merupakan tempat wisata warga sekitar, letaknya di balik Gunung Uhud, sekitar 25 kilometer utara pusat kota Madinah. Jalan raya di sana menuju kuldesak, jalan buntu. Banyak warga camping di sini. Jangan dibayangkan sama seperti di Indonesia, di mana tempat perkemahan biasanya merupakan lahan hijau nan penuh rumput dan pepohonan. Di utara Madinah ini, lahan tempat campingnya adalah sebuah tanah lapang tandus, padang pasir, dengan pohon dan semak sesekali dikelilingi oleh bukit batu. Daerah ini berada di luar batas tanah haram.
Warga Madinah yang ingin melakukan perkemahan atau sekadar jalan-jalan biasanya membawa tenda sendiri dan berkendaraan pribadi. Mereka juga membawa makanan sendiri. Persis tradisi rakyat Indonesia di era tahun 1970-an yang sering melakukan piknic di pinggir jalan dengan beralaskan tikar dan makan-makan seadanya, duduk bersama di bawah pohon.
Wilayah ini termasuk wilayah tersubur di Madinah, selain di Quba. Jalannya berkelak-kelok, berbeda dengan jalan-jalan raya kebanyakan di sini yang lurus-lurus. Yang tumbuh ditanahnya juga kurma terbaik di Jazirah Arab, kurma Nabi atau Kurma Ajwa. Dinamakan demikian karena diyakini pohon kurma tersebut dahulu langsung ditanam Rasulullah SAW. DI masa dahulu, wilayah ini merupakan tempat uzlah atau menyepi bagi mereka yang tengah berselisih pendapat agar bisa mendapat ketenangan.
Namun, yang membuat wilayah ini terkenal ke seantero jagad bukanlah karena wilayah yang disebut sebagai perkampungan putih (Mantheqa Baidha) ini dijadikan tempat wisata, melainkan keajaiban alamnya yang hanya ada di segelintir tempat di dunia. Banyak orang percaya bahwa di daerah ini terdapat sebuah medan magnetik yang sangat kuat dan besar.
Fenomena alam yang luar biasa ini bisa dirasakan sepanjang lima kilometer ruas jalan dari ujung aspal sampai pintu masuk ke daerah ini. Jalan ini sendiri berakhir di lima deret bukit yang mengelilingi wilayah tersebut. Jalannya turun naik. Namun kendaraan yang menuju perbukitan jalannya hanya bisa pelan, seolah ada yang menahan. Sebaliknya, dari arah perbukitan, walau jalannya tidak menurun tetapi turun naik, semua kendaraan akan berjalan dengan cepat bahkan bisa sampai 120km/jam walau persneling dibebaskan.
Bahkan bis yang kami tumpangi, persenelling-nya dibuat pada posisi nol (netral), dan pak sopir tidak menginjak pedal Gas. Tetapi Bis meluncur dengan sendirinya. Subhanallah...
Tidak banyak tempat di seluruh dunia yang memiliki medan magnetic seperti di Madinah ini. Tempat serupa ada di Korea Selatan, Yunani, Australia, timur Amerika, dan juga di sekitar Gunung Kelud, Jawa Timur. Hanya saja, kekuatan magnet di daerah-daerah tersebut tidaklah sekuat yang ada di Madinah.
http://www.faktailmiah.com/2010/08/18/fakta-ilmiah-%E2%80%98keajaiban-dunia%E2%80%99-gunung-magnet-di-madinah.html
ReplyDeleteTerlepas dari salah sebut antara magnet dan gravitasi, jabal magnet adalah salah satu keanehan persepsi manusia itu sendiri, bukannya alam
Seorang teman menunjukkan fenomena menarik di Arab Saudi. Orang menyebutnya Gunung Magnet (Jabal Magnet) untuk menjelaskan fenomena ini. Jabal Magnet terletak sekitar 30 km di utara Madinah dan katanya memiliki gaya tarik bumi (yang salah disebut sebagai magnet, padahal gravitasi) jauh lebih besar dari sekitarnya.
Fenomena yang mengesankan disini adalah efek keterbalikan gravitasi. Saat anda jalan menurun, rasanya sangat sulit. Pedal gas harus di tekan dalam-dalam. Sebaliknya, saat anda menanjak naik, kendaraan seolah bergerak begitu saja. Anda bahkan tidak perlu menekan pedal. Bila anda yang biasa di pegunungan, anda tentunya tahu kalau sebaliknya lah yang masuk akal. Naik sangat sulit karena melawan gravitasi, sementara turun sangat gampang, karena dibantu gravitasi. Bukan hanya dengan kendaraan, menuang air atau menggulirkan bola akan tampak naik mendaki, bukannya turun.
Daerah semacam ini bukan hanya ada di Madinah, tapi di China: (Liaoning, Shan Dong, Xi An), Taiwan, Utah, Uruguay, India (Ladakh) dan Korea. Dan tidak ketinggalan di Gunung Kelud, Gunung Semeru dan mungkin di Pager Gunung, Pekalongan, negara kita sendiri. Beberapa orang langsung mengkaitkannya dengan UFO, paranormal, mukjizat religius, hantu, dan hal-hal yang justru lebih aneh lagi dari fenomenanya sendiri.
Jadi apa sebenarnya fakta ilmiahnya? Well, menurut fisikawan, dan dibenarkan oleh pengukuran GPS, efek ini semata hanyalah ilusi. Yup. Ilusi yang disebabkan oleh lansekap. Posisi pohon dan lereng di daerah sekitar, atau garis cakrawala yang melengkung, dapat menipu mata sehingga apa yang terlihat menaiki tanjakan sesungguhnya menuruni tanjakan.
Berdasarkan yang telah anda duga, tidak di seluruh bagian gunung yang mengalami kondisi ‘ajaib’ ini. Hanya pada titik tertentu, yang langka, yang kondisi-kondisi memungkinkan agar efek ini terjadi.
Fisikawan Brock Weiss dari Universitas Negara Bagian Pennsylvania mengatakan “Kuncinya adalah lereng yang bentuknya sedemikian hingga memunculkan efek seolah anda menaiki tanjakan.” Pengukuran GPS yang dilakukan Weiss dan ilmuwan lainnya menunjukkan kalau elevasi daerah dasar tanjakan, sesungguhnya lebih tinggi dari elevasi daerah puncak tanjakan. Jalannya sesungguhnya menurun!
Pikiran manusia seringkali menipu, dan inilah mengapa kita tidak dapat semata bertopang pada kesaksian, walaupun jujur. Kita memerlukan alat ukur yang lebih canggih dan obyektif. Dalam kasus jabal magnet dan ratusan gunung sejenis di penjuru dunia, bukan Hukum Gravitasi Newton yang salah, tapi pikiran kita sendiri yang tertipu.
Pengujiannya sederhana sekali, hanya pengukuran GPS di titik dasar dan puncak tanjakan. Anda bisa mencoba sendiri bila anda memiliki GPS. Hal ini mengapa SGS (Saudi Geological Survey) tidak pernah heboh mengenai adanya Jabal Magnet.
Beberapa orang berusaha mengambil penjelasan ilmiah dalam bentuk pengaruh lava berusia ratusan juta tahun. Walau begitu, hal ini jelas salah karena fenomena jabal magnet terjadi di daerah lain yang bukan gunung berapi.
Mata manusia dan otak dapat dengan mudah dibohongi sehingga berpikir kalau hukum fisika dapat berubah, namun yang ada hanyalah penyimpangan sudut pandang dan sudut yang ganjil. Apa yang dimiliki oleh semua lokasi gravitasi terbalik ini adalah cakrawala yang sepenuhnya atau sebagian besar terhalangi. Akibatnya, sulit bagi mata manusia untuk menilai kemiringan sebuah permukaan. Tidak adanya titik referensi yang handal, diperkuat ilusinya oleh indera keseimbangan tubuh, khususnya bila kemiringan lereng ini kecil. Akibat lain dari tidak adanya referensi adalah benda yang secara normal dianggap tegak lurus tanah (seperti pepohonan) dikira memang tegak lurus, padahal ia berbaring. Ilusi ini serupa dengan ilusi kamar Ames, dimana bola dapat terlihat bergulir melawan gravitasi.
yup setuju cuma ilusi optis, no sara ya
ReplyDelete