Soto Madura "Wawan", sering saya lewat dan membaca plang papan nama baik yang di Jalan Mayjend Sungkono maupun yang di Jalan Ahmad Yani Surabaya. Kebetulan siang itu, saya dan keluarga diajak teman komplek makan soto madura "Wawan".
Kami memilih yang di Ahmad Yani, karena lokasinya dekat dengan rumah. Penyajian sotonya cukup cepat, tidak terlalu lama kami menunggu soto telah siap untuk disantap. Melihat dari tampilannya saja sudah menggugah selera. Memang benar-benar nikmat.
Tersedia beberapa penyajian Soto dengan harga yang berbeda, antara lain
- Soto Biasa Rp. 10.000;
- Soto Daging Rp. 11.000;
- Soto Ati/Otak Rp. 15.000;
- Soto Istimewa Rp. 15.000;
- Soto Daing Dobel Rp. 22.000;
Sosok pemilik Soto Madura Wawan yaitu Wawan Sugianto, pernah dibahas di koran Jawa Pos, berikut ini saya sarikan kisah perjalanannya membangun bisnisnya.
Soto daging identik dengan Pulau Garam, Madura. Bahkan, penjualnya rata-rata dari Madura. Melihat sekilas Wawan Sugianto, banyak orang terkecoh. Mereka kira Wawan adalah orang Madura. Tapi, sesungguhnya dia orang Bojonegoro. Istrinya, Kharimah, yang memang orang Madura. "Tapi, sekarang saya memberi makan orang Madura. Wong semua hasil usaha, saya serahkan kepada istri," ujarnya dengan tersenyum.
Pria ramah itu pun mengaku sekarang, setiap Hari Raya Idul Fitri dirinya pulang kampung halaman (toron) di Bangkalan, Madura. Tempat asal keluarga sang istri. Bahkan, Wawan cukup berterima kasih kepada orang Pulau Garam yang memberi ide nama tosoto. "Sebab, awalnya saya pakai nama Aneka Masakan," selorohnya.
Suatu saat, ketika toron, anak pertamanya yang sedang bermain, Muhammad Harissah Sugianto, dipanggil oleh orang-orang kampung dengan sebutan tosoto. Saat itulah, dia berpikir untuk menggunakan nama itu sebagai merek tempat barunya. "Lebih praktis dan mudah dikenal," kata bapak tiga putra.
Dari ribuan resto yang menyediakan masakan berkuah dicampur daging dan jerohan ini mencuat nama Soto Daging Madura Wawan milik Wawan Sugianto. Saat mengawali usahanya 21 tahun lalu, Wawan hanya bermodal dengkul. Kini, dengan sistem waralaba, Wawan mampu mengirim rombong sampai Singapura dan Malaysia.
Tanggal 8 Agustus 1988 adalah tanggal yang tidak bisa dilupakan oleh Wawan. Saat itu lah, bapak tiga anak itu memulai usaha dengan merek Soto Madura Wawan di sebuah lokasi di daerah Mayjen Sungkono, Surabaya. Modal untuk membuka usaha itu pun terbilang sangat minim bahkan bisa dibilang tidak ada. "Semuanya pinjam, mulai rombong, kursi, meja dan lain-lain," ujarnya saat ditemui di kantornya kemarin.
Kala itu, dia mengaku hanya mengeluarkan uang Rp 160 ribu untuk membeli 30 mangkok dan piring. Untuk lokasi, dia tidak perlu menyewa atau membeli. Sebab, Wawan mengajak join seorang pensiunan polisi yang juga pemilik rumah. "Beliau juga yang menyediakan minuman. Waktu itu, lokasi di Mayjen Sungkono 86," kenangnya.
View Soto Madura Wawan - Surabaya in a larger map
Untuk rombong, ciri khas soto Madura, dia pinjam kepada seorang teman yang merupakan pemilik warung Soto Kaliasin. Sebelumnya, dia memang sangat akrab dengan dia. Akhirnya, sang adik pemilik warung itu menjadi istrinya. "Waktu awal usaha, saya sempat kerja rangkap. Kalau pagi sampai siang jualan dan jaga warung, kalau malam kerja di hotel," tuturnya.
Ya, saat mengawali usaha, Wawan adalah seorang pembantu koki hotel bintang 5 di Surabaya. Ketika melihat usaha berjalan dengan baik, dia pun akhirnya mengundurkan diri. "Tiga bulan setelah buka warung saya mundur. Saat itu, gaji saya sudah lumayan, yakni Rp 300 ribu per bulan. Tapi, saya merasa usaha saya bisa mencukupi," cetusnya.
Tidak sampai setahun, Soto Warung Madura Wawan telah memiliki banyak pelanggan di Surabaya. Dia mempunyai kiat untuk menarik pelanggan baru. Selain kualitas masakan, Wawan tidak menutup warung kala Hari Raya Lebaran. Sebab, pesaing sangat minim. "Jadi setelah Lebaran, mereka kembali ke warung saya, setelah tahu enaknya Soto Wawan. Jualan yang awalnya hanya 20-25 mangkok sehari, jadi 50 mangkok per hari setelah Idul Fitri," kenangnya.
Setelah 10 tahun, Wawan mulai berdikari. Lokasi warung pun berpindah ke Mayjend Sungkono 20 yang hingga sekarang. Gerai di Mayjen Sungkono menjadi satu-satunya yang buka 24 jam. Padahal, pada warung sebelumnya, dia hanya buka mulai pukul 6 pagi sampai 4 sore. "Ada cerita khusus tersendiri, saya memutuskan buka 24 jam," tuturnya.
Saat mengejar tenggat pembangunan gerai baru, dia meminta para tukang bangunan kerja 24 jam. Suami Kharimah itu pun menunggui para pekerja untuk renovasi. Saat itu lah, Wawan melihat banyak orang mampir untuk bertanya warung buka atau tidak. Terutama dini hari dan pagi hari sekitar Subuh "Ide langsung muncul, mengapa tidak buat 24 jam. Karena itu, saya perintahkan pintu yang rusak tidak usah diperbaiki. Hingga sekarang, warung di Mayjen tidak pernah ada pintunya," cetusnya.
Sejak itu, Wawan semakin rajin mengembangkan bisnisnya. Sampai sekarang, dia telah memiliki 16 gerai Soto Madura Wawan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kami memilih yang di Ahmad Yani, karena lokasinya dekat dengan rumah. Penyajian sotonya cukup cepat, tidak terlalu lama kami menunggu soto telah siap untuk disantap. Melihat dari tampilannya saja sudah menggugah selera. Memang benar-benar nikmat.
Tersedia beberapa penyajian Soto dengan harga yang berbeda, antara lain
- Soto Biasa Rp. 10.000;
- Soto Daging Rp. 11.000;
- Soto Ati/Otak Rp. 15.000;
- Soto Istimewa Rp. 15.000;
- Soto Daing Dobel Rp. 22.000;
Sosok pemilik Soto Madura Wawan yaitu Wawan Sugianto, pernah dibahas di koran Jawa Pos, berikut ini saya sarikan kisah perjalanannya membangun bisnisnya.
Soto daging identik dengan Pulau Garam, Madura. Bahkan, penjualnya rata-rata dari Madura. Melihat sekilas Wawan Sugianto, banyak orang terkecoh. Mereka kira Wawan adalah orang Madura. Tapi, sesungguhnya dia orang Bojonegoro. Istrinya, Kharimah, yang memang orang Madura. "Tapi, sekarang saya memberi makan orang Madura. Wong semua hasil usaha, saya serahkan kepada istri," ujarnya dengan tersenyum.
Pria ramah itu pun mengaku sekarang, setiap Hari Raya Idul Fitri dirinya pulang kampung halaman (toron) di Bangkalan, Madura. Tempat asal keluarga sang istri. Bahkan, Wawan cukup berterima kasih kepada orang Pulau Garam yang memberi ide nama tosoto. "Sebab, awalnya saya pakai nama Aneka Masakan," selorohnya.
Suatu saat, ketika toron, anak pertamanya yang sedang bermain, Muhammad Harissah Sugianto, dipanggil oleh orang-orang kampung dengan sebutan tosoto. Saat itulah, dia berpikir untuk menggunakan nama itu sebagai merek tempat barunya. "Lebih praktis dan mudah dikenal," kata bapak tiga putra.
Dari ribuan resto yang menyediakan masakan berkuah dicampur daging dan jerohan ini mencuat nama Soto Daging Madura Wawan milik Wawan Sugianto. Saat mengawali usahanya 21 tahun lalu, Wawan hanya bermodal dengkul. Kini, dengan sistem waralaba, Wawan mampu mengirim rombong sampai Singapura dan Malaysia.
Tanggal 8 Agustus 1988 adalah tanggal yang tidak bisa dilupakan oleh Wawan. Saat itu lah, bapak tiga anak itu memulai usaha dengan merek Soto Madura Wawan di sebuah lokasi di daerah Mayjen Sungkono, Surabaya. Modal untuk membuka usaha itu pun terbilang sangat minim bahkan bisa dibilang tidak ada. "Semuanya pinjam, mulai rombong, kursi, meja dan lain-lain," ujarnya saat ditemui di kantornya kemarin.
Kala itu, dia mengaku hanya mengeluarkan uang Rp 160 ribu untuk membeli 30 mangkok dan piring. Untuk lokasi, dia tidak perlu menyewa atau membeli. Sebab, Wawan mengajak join seorang pensiunan polisi yang juga pemilik rumah. "Beliau juga yang menyediakan minuman. Waktu itu, lokasi di Mayjen Sungkono 86," kenangnya.
View Soto Madura Wawan - Surabaya in a larger map
Untuk rombong, ciri khas soto Madura, dia pinjam kepada seorang teman yang merupakan pemilik warung Soto Kaliasin. Sebelumnya, dia memang sangat akrab dengan dia. Akhirnya, sang adik pemilik warung itu menjadi istrinya. "Waktu awal usaha, saya sempat kerja rangkap. Kalau pagi sampai siang jualan dan jaga warung, kalau malam kerja di hotel," tuturnya.
Ya, saat mengawali usaha, Wawan adalah seorang pembantu koki hotel bintang 5 di Surabaya. Ketika melihat usaha berjalan dengan baik, dia pun akhirnya mengundurkan diri. "Tiga bulan setelah buka warung saya mundur. Saat itu, gaji saya sudah lumayan, yakni Rp 300 ribu per bulan. Tapi, saya merasa usaha saya bisa mencukupi," cetusnya.
Tidak sampai setahun, Soto Warung Madura Wawan telah memiliki banyak pelanggan di Surabaya. Dia mempunyai kiat untuk menarik pelanggan baru. Selain kualitas masakan, Wawan tidak menutup warung kala Hari Raya Lebaran. Sebab, pesaing sangat minim. "Jadi setelah Lebaran, mereka kembali ke warung saya, setelah tahu enaknya Soto Wawan. Jualan yang awalnya hanya 20-25 mangkok sehari, jadi 50 mangkok per hari setelah Idul Fitri," kenangnya.
Setelah 10 tahun, Wawan mulai berdikari. Lokasi warung pun berpindah ke Mayjend Sungkono 20 yang hingga sekarang. Gerai di Mayjen Sungkono menjadi satu-satunya yang buka 24 jam. Padahal, pada warung sebelumnya, dia hanya buka mulai pukul 6 pagi sampai 4 sore. "Ada cerita khusus tersendiri, saya memutuskan buka 24 jam," tuturnya.
Saat mengejar tenggat pembangunan gerai baru, dia meminta para tukang bangunan kerja 24 jam. Suami Kharimah itu pun menunggui para pekerja untuk renovasi. Saat itu lah, Wawan melihat banyak orang mampir untuk bertanya warung buka atau tidak. Terutama dini hari dan pagi hari sekitar Subuh "Ide langsung muncul, mengapa tidak buat 24 jam. Karena itu, saya perintahkan pintu yang rusak tidak usah diperbaiki. Hingga sekarang, warung di Mayjen tidak pernah ada pintunya," cetusnya.
Sejak itu, Wawan semakin rajin mengembangkan bisnisnya. Sampai sekarang, dia telah memiliki 16 gerai Soto Madura Wawan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Comments
Post a Comment