Sejarah Depok Desa Sukodadi Kabupaten Kendal Jawa Tengah


Saya lahir Kendal, sewaktu kecil sampai SMA tinggal di Desa Cepiring Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Ibu saya Raden Nganten Sri Suluh Warni adalah anak dari Raden Ahmad Prawiro yang merupakan Lurah Desa Sukodadi.

Sering saya diajak Ibu ke Depok tempat tinggal Mbah Lurah (panggilan Raden Ahmad Prawiro). Padepokan tersebut mempunyai sejarah yang terkaiit dengan Kesultanan Mataram. Saya senang di sana karena suasanaanya seperti padepokan jaman dulu dan tenang. 

Berikut sejarah Depok atau Padepokan berdasarkan study literature dari berbagai sumber dengan melakukan cek silang baik itu tahun kejadian dan silsilah keturunan Kerajaan Mataram Islam. 

Saya akan melakukan update tulisan ini bila menemukan atau mendapatkan informasi baru yang relevan dan valid.

Sejarah Depok bermula dari penyerbuan ke Batavia adalah serangan pada tahun 1628 dan tahun 1629 oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram ke Batavia (sekarang Jakarta), pusat VOC di kepulauan Nusantara, pada tahun 1628 dengan tujuan untuk mengusir VOC dari Pulau Jawa. 

Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo - Raja ke-3 Kesultanan Mataram Islam

VOC yang sebelumnya bermarkas di Ambon, Kepulauan Maluku, mengirimkan dutanya untuk mengajak Sultan Agung agar mengizinkan VOC untuk mendirikan loji-loji dagang di pantai Utara Mataram. 

Namun hal ini ditolak Sultan Agung karena bila diizinkan maka ekonomi di pantai Utara akan dikuasai oleh VOC. Penolakan ini membuat hubungan Mataram dan VOC sejak saat itu renggang. 

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta (di bagian Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram) dari Kesultanan Banten, dan mengganti namanya menjadi "Batavia" (sekarang Jakarta). Markas mereka pun dipindah ke kota Batavia. 

Menyadari kekuatan bangsa dan maskapai dagang Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingannya menghadapi Surabaya dan Kesultanan Banten. 

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang ada di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram. 

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. 

Tawaran tersebut ditolak pihak VOC sehingga Sultan Agung memutuskan untuk menyatakan perang.

Serangan ini mulai tanggal 22 Agustus tahun 1628, di teluk Jakarta, dengan munculnya 59 perahu yang membawa 900 prajurit di bawah Panglima Perang Tumenggung Bahureksa dari Kendal dan tanggal 3 Desember 1628 dengan berangkatnya tentara Mataram.

Tumenggung Bahurekso sendiri adalah seorang pemuda bernama Joko Bahu seorang abdi dalem kerajaan Mataram. Joko Bahu dikenal sebagai seorang yang mencintai sesama dan pekerja keras hingga Joko Bahu pun berhasil memajukan daerahnya. 

Tumenggung Bahurekso - Bupati Kendal ke-1

Atas keberhasilan itulah akhirnya Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo mengangkatnya menjadi Bupati Kendal bergelar Tumenggung Bahurekso.

Kendal pada akhirnya menjadi pusat perhatian para Sentono Kerajaan. Para Bupati, para Tumenggung maupun Pembesar Kerajaan lainya perhatianya tertuju pada figur Tumenggung Bahurekso. 

Kadipaten Kendal sebagai pusat pertahanan dan menjadi pusat persiapan angkatan perang menuju ke Batavia. 

Banyak Adipati atau Tumenggung yang harus meninggalkan daerahnya dan berkumpul di Kendal. Para Pembesar Kerajaan yang hadir diantaranya Tumenggung Rajekwesi, Kyai Akrobudin dan Ario Wiro Notopoda atau Surapoda yang makamnya berada di Desa Sukodadi.

Tumenggung Rajekwesi

Tumenggung Bahurekso memutuskan tempat pertemuan persiapan perang tidak dilaukukan di Pendopo Kabupaten Kendal tetapi di sebuah tempat yang dekat dengan pantai, dan tempatnya harus dirahasiakan.

Tempat yang dipilih ternyata di tengah hutan/persawahan tepatnya di bawah pohon Kemangi, yang sekarang berada di wilyah Desa Jungsemi Kecamatan Kangkung masuk wilayah Kabupaten Kendal. 

Banyak orang penting yang menghadiri pertemuan tersebut. Diantaranya yaitu Adipati Kendal sendiri, Tumenggung Bahurekso, yang dipercayai untuk memimpin pasukan Mataram dalam peperangan melawan VOC tersebut. 

Selain itu ada juga Pangeran Djoeminah yang merupakan putra dari Panembahan Senopati. Ada juga Bupati Pekalongan, Tumenggung Mandurorejo beserta saudaranya Tumenggung Uphasanta. 

Ada juga Pangeran Purboyo, Pangeran Kadilangu, Pangeran Sojomerto, Pangeran Puger, Tumenggung Rajekwesi, Kyai Aqrobuddin dan masih banyak lagi tokoh-tokoh penting dari kerajaan Mataram yang hadir pada pertemuan itu.

Berikut secara lengkap para Pembesar Kerajaan Mataram yang hadir di Kendal dalam rangka persiapan perang melawan Belanda di Batavia, antara lain: 
  1. Tumenggung Bahurekso
  2. Pangeran Purboyo 
  3. Pangeran Djoeminah 
  4. Tumenggung Mandurorejo
  5. Tumenggung Upashanta 
  6. Tumenggung Kertiwongso, asal Jepara 
  7. Tumenggung Wongso Kerto 
  8. Tumenggung Rajekwesi 
  9. Raden Prawiro/Pangeran Sambong 
  10. Pangeran Kadilangu 
  11. Pangeran Sojomerto 
  12. Raden Sulamjono, putera Tumenggung Bahurekso 
  13. Raden Banteng Bahu, putera Tumenggung Bahurekso 
  14. Kyai Akrobudin 
  15. Kyai Mojo dan Kyai Sandi, pengawal Pangeran Sambong
  16. Tumenggung Begananda 
  17. Raden Haryo Sungkono 
  18. Raden Muthohar 
  19. Tumenggung Pasir Puger 
  20. Pangeran Karang Anom 
  21. Pangeran Tanjung Anom 
  22. Tumenggung Panjirejo 
  23. Pangeran Puger 
  24. Tumenggun Singoranu, Patih Mataram, pengganti Ki Juru Mertani 
  25. Aria Wiro Notopodo atau Suropodo 
  26. Tumenggung Wiroguno 
  27. Raden Bagus Kumojoyo 
Dan tentunya masih banyak lagi tokoh-tokoh kerajaan yang hadir dalam pertemuan persiapan perang ke Batavia.

Penanggung jawab pertemuan diserahkan kepada Tumenggung Rajekwesi. Tokoh ini yang mengatur prosesi pertemuan dari awal sampai akhir dan bahkan termasuk keamana para tokoh-tokoh kerajaan dari intaian telik sandi atau intel/mata-mata pihak lawan. 

Oleh karenanya daerah-daerah yang dijadikan pintu masuk para petinggi kerajaan itu di jaga dengan ketat.

Tidak hanya itu, penjagaan dengan cara batin dan sepiritual pun dilaksanakan dengan baik. Suasana daerah yang menuju ke paseban kemangi benar-benar ramai, karena banyak petinggi dan leluhur Mataram menuju tempat tersebut. 

Oleh Tumenggung Rajekwesi ini setiap tempat disekitar pertemuan itu dipagari dengan Oyot Mimang. Oyot Mimang ini merupakan salah satu penjagaan secara bathiniyyahyang diambil dari sari-sari Ayat Kursi yang bersumber dari Al-Qur’an. 

Dengan penjagaan dari Oyot Mimang ini tempat perkumpulan sama sekali tidak dapat dilihat dari luar, ketika ada mata-mata yang melihat daerah tersebut, yang dilihatnya hanyalah hutan belantara atau padang rumput yang sangat luas, sehingga tak ada satupun mata-mata VOC yang berhasil mengetahui isi dari pertemuan tersebut.

Untuk menuju ke Paseban Kemangi, para Petinggi Mataram tidak langsung ketempat Paseban, mereka terlebih dahulu disambut untuk istirahat di Padepokan Laduni Faqoh milik Temenggung Rajekwesi atau nama lain Semboro dan juga Kyai Akrobudin.

Padepokan Laduni Faqoh juga mempunyai daya spiritual yang sangat tinggi, baik para Petinggi Mataram maupun para prajurit lainya.

Kemudian usai rapat, beberapa hari kemuadian puluhan ribu prajurit dari Kerajaan Mataram pun dikerahkan menuju ke Kabupaten Kendal untuk menambah manuver penyerangan ke Batavia, karena pada waktu itu Kendal menjadi pusat pertahanan kekuatan kerajaan Mataram. 

Pada hari penyerangan yang sudah disepakati tiba, para Tumenggung Mataram pun lansung bergerak cepat menyisir pos pos prajurit belanda. Ditengah perjalanan mereka banyak mengalami kendala, selain harus berhadapan dengan para prajurit Belanda, prajurit yang beliau komandoi banyak yang terserang penyakit dan kehabisan perbekalan makanan. 

Tidak hanya itu, tetapi juga dikarenakan jarak tempuh dari Kendal ke Batavia sangatla jauh, sehingga misi penyerangan untuk mengusir para penjajah tersebut belum berhasil. 

Atas ketidak berhasilan dalam mensukseskan misi kerajaan, para Tumenggung tersebut tidak mau kembali ke Kerajaan Mataram, jiwa kesatria yang melekat dalam jiwanya terus berkobar, sehingga mereka memilih untuk tinggal di Kendal dan sekitarnya.

Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati - Raja ke-2 Kesultanan Mataram Islam

Salah satu Tumenggung Mataram yang memilih tetap tinggal di Kendal adalah Ario Wiro Notopoda atau Suropodo. Beliau menempati Padepokan Laduni Faqoh sampai beliau meninggal dan dimakamkan di padepokan itu. Kemudian desa itu dikenal dengan nama Desa Depok. 

Sertifikat dari Kesultanan Yogyakarta Haji Raden Setyo Budianto

Turun temurun Depok menjadi tempat tinggal Keturunan Raja Kesultanan Mataram, seperti tertuang dalam kekancingan yang saya terima dari Kesultanan Yogayakarta Asal-Usul Sampeyan-Dalem Ingkeng Sinuhun Kangjeng Susuhunan Hadi Prabu Hanyokrowati ing Mataram (Raden Mas Jolang - Raja ke-2 Kasultanan Mataram Islam) , sebagai berikut:
  1. Kanjeng Ratu Mas Sekar 
  2. Pangeran Panenang (Ario Wiro Notopoda atau Suropodo)
  3. Kyai Raden Mas Djalalin 
  4. Kyai Raden Talmusani 
  5. Kyai Raden Markam 
  6. Raden Zainal Mustofa 
  7. Raden Sodrono 
  8. Haji Raden Abdulkadir I (Ki. Tirtomenggolo) 
  9. Raden Soerodipo (Raden Lurah Bumisegoro) 
  10. Raden Lapiwirdjojo 
  11. Raden Resowidjojo 
  12. Raden Prawiro 
  13. Raden Achmad Prawiro 
  14. Raden Nganten Sri Suluh Warni 
  15. Haji Raden Setyo Budianto

Asal - Usul Keluarga Haji Raden Setyo Budianto

Berawal dari cerita itulah Desa Sukodadi ini ada. Dahulu Desa Sukodadi berasal dari dua Desa yaitu Desa Depok dan Desa Wonosari, menjadi satu Desa dinamakan Desa Sukodadi (suka jadi) karena pada masa itu banyak pembesar/petinggi mataram yang suka singgah di Padepokan Laduni Faqoh sehinga desa itu dinamakan Desa Sukodadi.

Mbah Raden Ahmad Prawiro - Lurah Desa Sukodadi ke-1 1940 - 1980

Mbah saya yaitu Raden Ahmad Prawiro (lahir tahun 1916) memimpin sebagai Lurah Desa Sukodadi sejak berdiri tahun 1940 sampain 1980. 

Mbah Roko Raden Ahmad Prawiro mempunyai istri yang bernama Mbah Rayi Raden Nganten Kartini (Lahir 21 April 1921), dan dikaruniai 14 (empat belas) putra-putri yaitu:
  1. Raden Soetopo
  2. Raden Nganten Kristini 
  3. Raden Priyono
  4. Raden Imam Sugiarto
  5. Raden Muchamad
  6. Raden Nganten Sri Suluh Warni
  7. Raden Nganten Sri Heruwati
  8. Raden Bambang Setiyono
  9. Raden Nganten Suciati
  10. Raden Agus Santoso
  11. Raden Budi Widodo
  12. Raden Endro Sutrisno
  13. Raden Nganten Rini Puji Rahayu
  14. Raden Nganten Retno Handayani
Meskipun saya tidak lama bersama dengan Mbah Lurah, karena beliau wafat pada tahun 1979, tapi saya merasakan betul wibawa Mbah Lurah dan sangat dicintai oleh warga Desa Sukodadi.

Setelah Mbak Lurah meninggal, kemudian dilanjutkan tapuk pimpinan Desa Sukodadi dilanjutkan oleh putranya yang kedua yaitu Raden Priyono sampai tahun 1990.

Comments

Post a Comment